Walau teknologi informasi membuka peluang akses informasi sangat luas, hingga saat ini sebagian besar masyarakat masih memiliki pemahaman yang kurang tepat tentang hipnosis. Hal ini terjadi tidak saja pada masyarakat awam namun juga di kalangan medis yang adalah komunitas ilmiah.

Beberapa pemahaman kurang tepat tentang hipnosis antara lain hipnosis adalah kuasa gelap atau semacam ilmu untuk membaca dan bahkan menguasai pikiran orang lain. Pemahaman ini tentu menjauhkan individu dari menikmati manfaat sebenarnya dari hipnosis dan hipnoterapi.

Hipnosis klinis telah mendapat pengakuan dari kalangan medis. British Medical Association menerima dan mengakui hipnosis klinis sebagai modalitas terapi pada tahun 1955. American Medical Association melakukan hal sama di tahun 1958. Dan American Psychological Association memasukkan ilmu hipnosis dan hipnoterapi klinis sebagai divisi ke-30 dari 56 divisi yang diakuinya di tahun 1960.

Telah sangat banyak riset dilakukan dalam konteks karakteristik, aplikasi, dan kemanfaatan hipnosis dan hipnoterapi di dunia medis. Berbagai riset ini dapat diakses dengan mengunjungi situs scholar.google.com dan memasukkan kata kunci “clinical hypnosis”, “hypnotherapy”, “dental hypnosis”, atau “medical hypnosis”. Dari hasil pencarian ini akan muncul sangat banyak tautan ke berbagai situs berisi jurnal, buku teks, artikel ilmiah, dan situs lembaga terkemuka yang melakukan penelitian dimaksud.

Pola gelombang otak saat sadar normal  (sumber www.adiwgunawan.com)

Pola gelombang otak saat sadar normal
(sumber www.adiwgunawan.com)

Pola gelombang otak saat pikiran mulai rileks (sumber : www.adiwgunawan.com)

Pola gelombang otak saat pikiran mulai rileks
(sumber : www.adiwgunawan.com)

Pola gelombang otak saat pikiran sangat rileks, fokus, dan reseptif (sumber : www.adiwgunawan.com)

Pola gelombang otak saat pikiran sangat rileks, fokus, dan reseptif
(sumber : www.adiwgunawan.com)

Ilmu hipnosis klinis merupakan bagian dari ilmu psikologi kognitif yang mempelajari proses kognisi/mental yang meliputi aktifitas menerima informasi, mengolah, menyimpan dan menggunakan informasi tersebut dalam bentuk perilaku. Di banyak penelitian ilmiah mengenai hipnosis klinis, dilakukan pengukuran frekuensi dan amplitudo gelombang otak dengan menggunakan alat EEG (electroencephalogram). Dari hasil riset dan pengukuran inilah Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology mendefinisikan hipnosis sebagai ilmu psikoneurofisiologis yang secara saintifik berdasarkan ada perubahan frekuensi dan amplitudo gelombang otak dari beta ke delta yang mengakibatkan meningkatnya fokus, konsentrasi, dan penerimaan terhadap pesan-pesan mental yang diberikan kepada pikiran bawah sadar.

Dokter gigi yang melengkapi diri dengan pengetahuan hipnosis klinis mampu dengan jelas memahami proses pikiran pasien saat menerima informasi baru, mengolah informasi ini dan dibandingkan dengan informasi terdahulu yang mereka miliki, bagaimana pasien memberi makna spesifik pada informasi ini, munculnya emosi dalam diri klien yang mendorong munculnya perilaku tertentu.

Hipnosis adalah kondisi kesadaran alamiah pada setiap individu. Setiap hari, tanpa disadari kita sering masuk dan keluar kondisi hipnosis. Perbedaan antara orang awam dan hipnoterapis atau mereka yang telah memelajari dan mempraktikkan ilmu hipnosis klinis, orang awam masuk dan keluar kondisi hipnosis secara alamiah, tidak dapat mereka kendalikan secara sadar. Sementara hipnoterapis membimbing klien, menggunakan kemampuan yang ada dalam diri klien, untuk secara sadar masuk ke kondisi hipnosis. Semua hipnosis sejatinya adalah self-hypnosis (Tebbetts, 1977).

Salah satu aplikasi hipnosis adalah di bidang kedokteran gigi, yang lazim disebut hypnosis in dentistry atau hypnodentistry, atau hypnodontia. Hypnosis in dentistry atau hypnodontia adalah aplikasi ilmu hipnosis klinis, oleh dokter gigi, untuk meningkatkan kesejahteraan (well-being) pasien yang menjalani tindakan gigi. Hypnodontia sayangnya lebih sering dimaknai secara sempit hanya sebagai anestesi mental.

Dengan memelajari dan memahami hypnosis in dentistry dokter gigi dapat memahami proses mental dalam diri pasien, khususnya mengenai beragam emosi negatif seperti rasa takut, gelisah, khawatir, dan cemas saat menjalani tindakan gigi, dan dengan cepat mampu menetralisir emosi negatif ini. Dengan demikian pasien menjadi nyaman, tenang, dan sangat kooperatif.

Chat on Whatsapp!