Halitosis atau bau mulut seringkali menjadi momok yang kurang menyenangkan bagi seseorang, terutama pada masa puasa menjelang Idul Fitri. Selain menyebabkan penurunan kepercayaan diri seseorang, halitosis juga menimbulkan perasaan kurang nyaman dalam interaksi sosial dengan lingkungan, bahkan dapat berdampak secara negatif pada kualitas hidup seseorang. (1) (2)
Pada umumnya, adalah sulit bagi seseorang untuk peka terhadap bau mulutnya sendiri, sehingga pada beberapa orang timbul ketakutan berlebih terhadap bau mulut. Ketakutan berlebih jenis ini disebut dengan istilah halitophobia. Seseorang dengan halitophobia seringkali menghindari berkontak dengan lingkungan, mencegah bau mulut dengan frekuensi menyikat gigi yang sangat sering, melulu mengunyah permen atau permen karet, selalu menjaga jarak saat berkomunikasi dengan orang lain, bahkan berbicara secara menyamping saking takutnya orang lain mengenali bau mulutnya seandainya mereka berbicara menghadap lawan bicaranya. Pada beberapa kasus ekstrim, keluhan halitophobia yang sangat berat dapat membuat seseorang mengisolasi dirinya dari lingkungan sekitar, atau meminta semua giginya dicabut, atau bahkan sangat mungkin mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri !! (5)
Untuk mengetahui cara yang paling efektif dalam upaya mengurangi dan mengatasi bau mulut, sebaiknya kita memahami asal muasal dari bau mulut tersebut. Berdasarkan penelitian, penyebab bau mulut sebagian besar (85-90%) berasal dari rongga mulut, sedangkan faktor lainnya adalah dari rongga pernapasan (5-10%), tonsil (3%), dan penyebab lainnya (1%). Perlu kita ketahui bersama bahwa ada begitu banyak spesies bakteri terdapat dalam rongga mulut kita. Dan bakteri-bakteri tersebut, yang umumnya bakteri anaerob, mencerna protein dan menghasilkan berbagai zat yang berbau seperti hidrogen sulfat yang berbau seperti telur busuk, methyl mercaptan dan skatole yang juga terdapat pada feses, cadaverine yang umum terdapat pada mayat yang membusuk, putrescine yang ada pada daging busuk, serta isovaleric acid yang berbau seperti kaki yang lembab. (3)
Pada seseorang yang kondisi kebersihan rongga mulutnya cukup baik, bau mulut umumnya berasal dari area posterior dorsal lidah (bagian ‘root’ pada gambar).
Pada bagian ini, permukaan lidah yang kasar menyebabkan banyak deposit sisa makanan bercampur dengan sel-sel epitel yang mati dan lendir berlebih dari saluran pernapasan menempel dan diam di permukaan tersebut. Ditambah lagi, posisinya yang terlalu dalam membuat permukaan posterior dorsal lidah menjadi sulit untuk dibersihkan. Hal tersebut membuat area ini dapat menjadi habitat yang ideal bagi berkembangnya bakteri, khususnya bakteri anaerob. (4)
Beberapa penelitian menunjukkan adanya tiga bakteri pathogen yang berpotensi menyebabkan penyakit periodontal (penyakit jaringan penyangga gigi, termasuk diantaranya adalah gusi dan tulang rahang) yaitu Treponema denticola, Porphyromonas gingivalis, dan Bacteroides forsythus pada bagian dorsal (punggung) lidah. Ketiganya berkaitan erat dengan level bau mulut seseorang. (5) Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah plak. Plak merupakan sisa-sisa makanan bercampur dengan bakteri dan menempel pada permukaan gigi dan gusi. Bakteri inilah yang berkontribusi pada memburuknya kondisi kebersihan rongga mulut, menyebabkan peradangan gusi dan dapat berujung pada kehilangan gigi akibat kerusakan jaringan penyangga gigi. (6) Aktivitas bakteri pathogen ini juga dapat berkembang pada area-area yang sulit dibersihkan, seperti area sela-sela gigi, sela-sela gusi (area pertemuan antara gusi dan gigi), karies (lubang) gigi, tambalan yang kurang baik, dan gigi palsu yang kurang terawat dengan baik, sehingga menghasilkan bau mulut. (5)
Faktor kuantitas dan kualitas air liur juga memiliki peran. Air liur memiliki beragam fungsi, diantaranya adalah untuk fungsi lubrikasi, aktivitas antimikrobial, remineralisasi jaringan gigi, kestabilan asam basa dalam rongga mulut, proses mencerna makanan, dan proteksi bagi mukosa mulut. Pada kondisi dimana produksi air liur menurun, maka fungsi aktivitas antimikrobialpun juga akan menurun dan berakibat pada meningkatnya level bau mulut seseorang. (7)
Umumnya pada masa puasa, produksi air liur otomatis berkurang. Sama seperti pada kondisi rongga mulut seorang perokok. Lucunya, seorang perokok dapat menutupi bau mulutnya dengan bau rokok yang dihisapnya, padahal sesungguhnya kondisi keringnya rongga mulut akibat aktivitas merokok ini dapat meningkatkan atau bahkan memperparah penyakit periodontal. (8) Saat produksi air liur menurun, maka kondisi kekeringan dalam mulut akan meningkat dan memicu pula peningkatan level bau mulut seseorang.
Berikut tips untuk menyiasati bau mulut dan mendapatkan napas segar selama masa puasa :
- Pertahankan kebersihan dan kesehatan rongga mulut melalui pemeliharaan sehari-hari di rumah secara baik dan benar.
Pastikan Anda menyikat gigi dan gusi minimal dua kali sehari, pembersihan area lidah dua kali sehari, dan membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi minimal sekali sehari terutama sehabis sahur. Penggunaan obat kumur antiseptik juga dapat menambah rasa nyaman dan percaya diri.
- Pemeriksaan secara berkala ke dokter gigi.
Hal ini untuk mengantisipasi karies kecil yang berpotensi menjadi besar, atau plak dan karang gigi berkembang menjadi banyak dan menyebabkan penyakit periodontal. Dokter gigi juga dapat membantu Anda untuk melakukan pemeriksaan terhadap tambalan-tambalan lama yang mungkin harus diperbaiki kondisinya agar kondisi kebersihan rongga mulut tetap terjaga dengan baik.
- Memastikan diri Anda mengkonsumsi banyak cairan dan makanan sehat terutama saat sahur.
Dengan mengkonsumsi banyak cairan, terutama air putih saat sahur, Anda dapat membantu menjaga area rongga mulut terjaga kelembabannya dan mencegahnya dari kekeringan yang berlebihan. Makanan yang sehat saat sahur dapat membantu menjaga kebersihan area belakang lidah.
- Pemeriksaan kesehatan keseluruhan secara berkala.
Beberapa penyakit sistemik dapat menyebabkan bau mulut, seperti diabetes mellitus dan gangguan ginjal. Demikian pula pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang memiliki efek samping penurunan produksi air liur dan berakibat pada keringnya rongga mulut, contohnya obat-obatan antidepresan.
Begitu pula infeksi pada saluran pencernaan, tersumbatnya hidung sehingga napas melalui mulut, infeksi sinus, tonsillitis, gangguan pencernaan, dan lain sebagainya yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.
Dengan pemeliharaan kesehatan rongga mulut dan tubuh secara keseluruhan dengan baik dan benar, ditambah asupan makanan sehat dan cukup cairan, diharapkan puasa Anda berjalan dengan lancar, terasa nyaman, dan penuh percaya diri.
Selamat menjalani masa puasa !!!
Drg. Mia Gracia CCH
Dentist
Certified Clinical Hypnotherapist
Author of the book “Hypnosis in Dentistry”
Daftar pustaka:
- Werkhoven, B., Clercq, D.I., Udding, V., Jong N., Spreen M. 2012. “Halitosis and Oral Health-Related Quality of Life : A Case Report”. International Journal of Dental Hygiene Vol. 10, p. 3–8.
- McKeown, L. 2003. “Social Relations and Breath Odour”. International Journal of Dental Hygiene Vol. 1, p. 213-217.
- Rosenberg, M. 2002. “The Science of Bad Breath”. Scientific American Vol. 286, 72-79.
- Rosenberg, M. 1996. “Bad Breath Research” on the www.tau.ac.il/~melros/publications/current.html.
- Rosenberg, M. 1996. Clinical Assessment of Bad Breath : Current Concepts. Journal of the American Dental Association Vol. 127, 475-482.
- Christensen, G. J. 1994. A Consumer’s Guide to Dentistry. Louis : Mosby.
- Eli, I. 1992. Oral Psychophysiology : Stress, Pain, and Behavior in Dental Care. Florida : CRC Press, Inc.
- Zee, K. 2009. Smoking and Periodontal Disease. Australian Dental Journal, Vol. 54, p. S44-S50.